Minggu, 07 Mei 2017

BUKTI TRANSAKSI
            Bukti transaksi adalah bukti tertulis tentang terjadinya transaksi keuangan, yang digunakan sebagai data awal atau sumber pencatatan dalam akuntansi. Dengan adanya bukti transaksi sebagai sumber pencatatan, berarti bukti transaksi merupakan bagian dari siklus akuntansi.
Macam-macam bukti transaksi:   
A.  KWITANSI

     Kwitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangi oleh pihak penerima uang. Kwitansi harus dibubuhi materai pada jumlah tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lembar asli diserahkan kepada pihak yang membayar, sedangkan tembusan atau bagian potongannya (sub kwitansi) bagi pihak penerima uang.
  

B.  NOTA KONTAN

           Nota kontan adalah tanda bukti pembelian barang secara tunai yang dibuat oleh penjual dan diberikan kepada pembeli. Nota kontan dibuat minimal rangkap dua, aslinya diserahkan kepada pihak pembeli dan tembusannya disimpan penjual untuk bukti transaksi. 


C.  FAKTUR

          Faktur adalah bukti jual beli secara kredit yang dibuat oleh penjual. Faktur asli diberikan kepada pembeli sebagai bukti pembelian kredit, sedangkan tembusannya atau copy-nya disimpan penjual sebagai bukti penjualan kredit.


D.  NOTA KREDIT

            Nota kredit adalah surat bukti terjadinya pengurangan piutang usaha karena adanya pengembalian barang dagang atau penurunan harga karena terjadinya kerusakan atau kualitas barang yang dikirim tidak sesuai dengan yang dipesan. Nota kredit dibuat dan ditandatangani oleh penjual. Arti nota kredit adalah penjual mengkredit (mengurangi) piutang usaha yang akan ditagih ke pembeli. Lembar asli diberikan kepada pembeli, sedangkan tembusannya / copy-nya disimpan penjual.


E.  NOTA DEBIT

         Nota debit adalah surat bukti terjadinya pengurangan utang usaha karena adanya pengembalian barang dagang atau penurunan harga yang dibuat oleh pihak pembeli. Arti nota debit adalah mendebit (mengurangi) utang usaha pembeli yang harus dilunasi. Lembar nota debit asli dikirimkan oleh pembeli kepada penjual bersamaan pengiriman kembali barang yang dibeli, sedangkan tembusannya / copy-nya disimpan oleh pembeli sebagai arsip dan bukti pencatatan.


F.   CEK

         Cek adalah surat perintah dari pemegang rekening giro (penyimpan dana) kepada banknya supaya mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada pembawa cek/pihak yang namanya dicantumkan dalam cek tersebut. Pemegang lembaran  adalah pihak penerima pembayaran, sedangkan pihak yang melakukan pembayaran menyimpan potongan cek. Cek sebenarnya bukan surat bukti, melainkan alat pembayaran. Oleh karena itu, pengeluaran cek harus disertai penerimaan kwitansi.


G.  BILYET GIRO

Bilyet giro adalah alat pembayaran kepada pihak lain dengan cara memindahkan saldo rekening bank pihak yang membayar kepada rekening pihak yang menerima. Seperti halnya cek, bilyet giro dibuat oleh pihak pembayar, pihak penerima bayaran menerima lembar bilyet giro, sedangkan pihak pembayar menyimpan potongannya yang harus disertai penerimaan kwitansi.

            
            
H.  MEMO

Memo adalah bukti transaksi yang dibuat oleh pimpinan perusahaan untuk bagian-bagian lain diperusahaan tersebut yang berisi perintah pencatatan suatu kejadian.


            
Assalamualaikum sahabat, pada kesempatan kali ini penulis akan berbagi ilmu tentang apa itu akad  murabahah.

A. DEFINISI AL-MURABAHAH
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaahkarena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya (Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah adalah:
بَيْعٌ بِمِثلِ الثمَنِ الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ
Yaitu jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili, 1997., hal. 3765). Definisi ini adalah definisi yang disepakati oleh para ahli fiqh, walaupun ungkapan yang digunakan berbeda-beda. (Asshawy, 1990., hal.198.)
Menurut Para ahli hukum Islam  mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :
·      ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai menjual barang dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
·      Menurut Wahbah az-Zuhaili adalah jual-beli dengan harga pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.
·      Ibn Rusyd --filosof dan ahli hukum Maliki-- mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan meminta suatu margin keuntungan kepada pembeli.
·      Ibn Qudamah --ahli hukum Hambali-- mengatakan bahwa arti jual-belimurabahah adalah jual-beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan.
Dengan kata lain, jual-beli murabahah adalah suatu bentuk jual-beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Para ahli hukum Islam menetapkan beberapa syarat mengenai jual-belimurabahah. Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa di dalam bai’ al-murabahah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu :
1.      Mengetahui harga pokok
Dalam jual-beli murabahah disyaratkan agar mengetahui harga pokok/ harga asal karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual-beli. Syarat ini juga diperuntukkan untuk jual-beli at-tauliyyah dan al-wadi’ah.
2.      Mengetahui keuntungan
Hendaknya margin keuntungan juga diketahui oleh si pembeli. Karena margin keuntungan termasuk bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual-beli.
3.      Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan ditimbang, baik pada waktu terjadi jual-beli dengan penjual yang pertama atau setelahnya, seperti dirham, dinar, dan lain-lain.
Jual-beli murabahah merupakan jual-beli amanah, karena pembeli memberikan amanah kepada penjual untuk memberitahukan harga pokok barang tanpa bukti tertulis. Dengan demikian, dalam jual-beli ini tidak diperbolehkan berkhianat. Allah telah berfirman :
" ياأيها الذين أمنوا لاتخونوا الله والرسول وتخونوا أماناتكم وأ نتم تعلمون"
Berdasarkan ayat di atas, apabila terjadi jual-beli murabahah dan terdapat cacat pada barang, baik pada penjual maupun pada pembeli, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Menurut Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut. Sementara jumhur ulama tidak memperbolehkan menyembunyikan cacat barang yang dijual karena hal itu termasuk khianat. Penyembunyian cacat barang atau tidak menjelaskannya menurut hukum Islam dianggap sebagai suatu pengkhianatan dan merupakan salah satu cacat kehendak (‘aib min ‘uyub al- iradah) yang berakibat pembeli diberi hak khiyar atau --dalam bahasa hukum perdata Barat-- pembeli diberi hak untuk minta pembatalan atas jual-beli tersebut. Ibn Juzai dari Mazhab Maliki mengatakan, “Tidak boleh ada penipuan jual-beli murabahah dan jual-beli lainnya”. Termasuk penipuan adalah menyembunyikan keadaan barang yang sebenarnya yang tidak diingini oleh pembeli atau mengurangi minatnya terhadap barang tersebut.
Pengkhianatan  dalam jual-beli murabahah ini bisa terjadi mengenai informasi tentang cara penjual memperoleh barang, yaitu apakah melalui pembelian secara tunai, pembelian hutang atau sebagai penggantian dari suatu kasus perdamaian. Pengkhianatan bisa juga terjadi tentang besarnya harga pembelian.
Apabila pengkhianatan terjadi dalam hal informasi cara memperoleh barang, dimana misalnya penjual menyatakan bahwa ia memperolehnya melalui pembelian tunai padahal melalui pembelian hutang atau merupakan barang penggantian dalam suatu kasus perdamaian, maka pembeli diberi hak khiyar untuk meneruskan atau membatalkan akad tersebut. Atau dalam bahasa hukum perdata, pengkhianatan ini merupakan suatu cacat kehendak dan memberikan hak kepada pembeli untuk meminta pembatalan akad tersebut.
Apabila pengkhianatan terjadi mengenai harga pokok barang di mana penjual menyatakan suatu harga yang lebih tinggi dari harga sebenarnya yang ia bayar, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat dalam mazhab Hanafi. Menurut Abu Hanifah, pembeli boleh melakukan khiyar untuk meneruskan jual-beli atau membatalkannya karena murabahah merupakan akad jual-beli yang berdasarkan amanah. Menurut Abu Yusuf (133-182 H), pembeli tidak mempunyai hak khiyar, melainkan berhak menurunkan harga ke tingkat harga riil sesungguhnya yang dibayarkan oleh penjual ketika membeli barang bersangkutan serta penurunan margin keuntungan dalam prosentase yang sebanding dengan penurunan harga pokok barang. Mazhab Maliki sejalan dengan pendapat Abu Hanifah. Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hambali sejalan dengan pendapat Abu Yusuf.
      Bai’ al-murabahah tidak memiliki rujukan/referensi langsung dari al-Qur’an danSunnah. Yang ada hanyalah referensi mengenai jual-beli dan perdagangan. Jual-belimurabahah ini hanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih dan itupun sangat sedikit dan sepintas saja. Para ilmuwan, ulama, dan praktisi perbankan syari’ah agaknya menggunakan rujukan/dasar hukum jual-beli sebagai rujukannya, karena mereka menganggap bahwa murabahah termasuk jual-beli.

B. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum akad murabahah ini adalah:
1.      Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran yang secara umum membolehkan jual beli, diantaranya adalah firman Allah:
وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: "..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-Baqarah:275).
Ayat ini menunjukkan bolehnya melakukan transaksi jual beli dan murabahahmerupakan salah satu bentuk dari jual beli.
Dan firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisaa:29).
Dan firman Allah:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُوا فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu” (QS. Al-Baqarah:198)
Berdasarkan ayat diatas, maka murabahah merupakan upaya mencari rezki melalui jual beli. Murabahah menurut Azzuhaili (1997., hal.3766.) adalah jual beli berdasarkan suka sama suka antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
2.      Assunnah
a.    Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam: “Pendapatan yang palingafdhal (utama) adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).

b.    Hadits dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
أَنَّ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ البَرَكَة: البَيْعُ إِلىَ أَجَلٍ, وَالمُقـَارَضَة, وَ خَلْطُ البُرّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
”Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk dijual” (HR. Ibnu Majah).
c. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam akan hijrah, Abu BakarRadhiyallahu 'Anhu, membeli dua ekor keledai, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam berkata kepadanya, "jual kepada saya salah satunya", Abu BakarRadhiyallahu 'Anhu menjawab, "salah satunya jadi milik anda tanpa ada kompensasi apapun", Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam bersabda, "kalau tanpa ada harga saya tidak mau".
d. Sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, menyebutkan bahwa boleh melakukan jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau dua dirham untuk setiap sepuluh dirham harga pokok (Azzuhaili, 1997, hal 3766).
e. Selain itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli murabahah ini sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang dihasilkan, baik bagi yang berprofesi sebagai pedagang maupun bukan.

3.      Al-Ijma
Transaksi ini sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200.).

4.      Kaidah Fiqh, yang menyatakan:
الأَصْلُ فِِى المُعَامَلاَتِ الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
5.   Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
a.    Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah,
b.    Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah,
c.    Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Diskon Dalam Murabahah,
Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran, dan
d.   Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.
Berdasarkan fatwa-fatwa tersebut, Bank Indonesia mengatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia atau Surat Edaran Bank Indonesia, seperti tentang kolektibilitas dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (PAPSI). Sesuai UU No.10/1998 tentang perubahan UU No.7 tentang Perbankan dalam penjelasan pasal 6 huruf m dijelaskan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan usaha Bank Syari’ah adalah Bank Indonesia.
C.   RUKUN DAN SYARAT SAHNYA JUAL BELI MURABAHAH
Rukun murabahah adalah:
1.      Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu:
·      Penjual
·      Pembeli
2.       Obyek yang diakadkan, yang mencakup:
·      Barang yang diperjualbelikan
·      Harga
3.      Akad/Sighat yang terdiri dari:
·      Ijab (serah)
·      Qabul (terima)
Selanjutnya masing-masing rukun diatas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Pihak yang berakad, harus:
·      Cakap hukum.
·      Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan terpaksa atau berada dibawah tekanan atau ancaman.
2.      Obyek yang diperjualbelikan harus:
·      Tidak termasuk yang diharamkan atau dilarang.
·      Memberikan manfaat atau sesuatu yang bermanfaat.
·      Penyerahan obyek murabahah dari penjual kepada pembeli dapat dilakukan.
·      Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad.
·      Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli.
3.      Akad/Sighat
·      Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
·      Antara ijab dan qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
·      Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
Selain itu ada beberapa syarat-syarat sahnya jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui Harga pokok
Harga beli awal (harga pokok) harus diketahui oleh pembeli kedua, karena mengetahui harga merupakan salah satu syarat sahnya jual beli yang menggunakan prinsip murabahah. Mengetahui harga merupakan syarat sahnya akad jual beli, dan mayoritas ahli fiqh menekankan pentingnya syarat ini. Bila harga pokok tidak diketahui oleh pembeli maka akad jual beli menjadi fasid (tidak sah) (Al-Kasany, hal.3193). Pada praktek perbankan syariah, Bank dapat menunjukkan bukti pembelian obyek jual belimurabahah kepada nasabah, sehingga dengan bukti pembelian tersebut nasabah mengetahui harga pokok Bank.
2.      Mengetahui Keuntungan
Keuntungan seharusnya juga diketahui karena ia merupakan bagian dari harga. Keuntungan atau dalam praktek perbankan syariah sering disebut dengan marginmurabahah dapat dimusyawarahkan antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, sehingga kedua belah pihak, terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank.
3.      Harga pokok dapat dihitung dan diukur
Harga pokok harus dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Ini merupakan syarat murabahah. Harga bisa menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang penting bisa diukur dan di ketahui.
4.   Jual beli murabahah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba.
5.   Akad jual beli pertama harus sah.
Bila akad pertama tidak sah maka jual beli murabahah tidak boleh dilaksanakan. Karena murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli pertama tidak sah maka jual beli murabahah selanjutnya juga tidak sah (Azzuhaily, hal. 3767-3770).

D.  JENIS-JENIS MURABAHAH
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan berlaku umum pada jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual belimurabahah. Dalam prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank Bukopin Syariah terbagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
1.      Murabahah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
2.      Murabahah Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
3.      Murabahah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berujud obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.
Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal, bayar cicilan. Dalam praktek yang dilakukan oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dengan pembayaran tangguh. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.


Assalamualaikum sahabat, disini penulis akan berbagi ilmu tentang fungsi permintaan dalam matematika ekonomi.

A. Fungsi Permintaan

Fungsi Permintaan adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara jumlah suatu barang yang diminta dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. fungsi permintaan adalah suatu kajian matematis yang digunakan untuk menganalisa perilaku konsumen dan harga. fungsi permintaan mengikuti hukum permintaan yaitu apabila harga suatu barang naik maka permintaan akan barang tersebut juga menurun dan sebaliknya apabila harga barang turun maka permintaan akan barang tersebut meningkat. jadi hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta memiliki hubungan yang terbalik, sehingga gradien dari fungsi permintaan (b) akan selalu negatif.

Bentuk umum fungsi permintaan dengan dua variabel adalah sebagai beriut :
Qd = a - bPd    atau  Pd = -1/b ( -a + Qd)

dimana :
a dan b = adalah konstanta, dimana b harus bernilai negatif
b = ∆Qd / ∆Pd
Pd        = adalah harga barang per unit yang diminta
Qd       = adalah banyaknya unit barang yang diminta
Syarat, P  ≥  0, Q ≥  0, serta dPd / dQ < 0

untuk lebih memahami tentang fungsi permintaan, dibawah ini disajikan soal dan pembahasan tentang fungsi permintaan.
  • Pada saat harga Jeruk Rp. 5.000 perKg permintaan akan jeruk tersebut sebanyak  1000Kg, tetapi pada saat harga jeruk meningkat menjadi Rp. 7.000 Per Kg permintaan akan jeruk menurun menjadi  600Kg,  buatlah fungsi permntaannya ?

Pembahasan :
Dari soal diatas diperoleh data :
P1 = Rp. 5.000      Q1 = 1000 Kg
P2 = Rp. 7.000      Q2 = 600 Kg
untuk  menentukan fungsi permintaannya maka digunakan rumus persamaan garis melalui dua titik, yakni :
y - y1            x - x1
------    =    --------
y2 - y1         x2 - x1

dengan mengganti x = Q dan y = P maka didapat,
P - P1           Q - Q1
-------    =    --------
P2 - P1         Q2 - Q1

mari kita masukan data diatas kedalam rumus :
    P    -     5.000                     Q - 1000
-----------------------  = ----------------
   7.000 -  5.000                   600 - 1000

           P - 5.000                 Q - 1000
----------------------- = ----------------
             2.000                        -400

 P - 5.000 (-400)    =  2.000 (Q - 1000)
-400P + 2.000.000 = 2000Q - 2.000.000
2000Q = 2000.000 + 2.000.000 - 400P
Q = 1/2000 (4.000.000 - 400P)
Q = 2000 - 0,2P
============
Jadi Dari kasus diatas diperoleh fungsi permintan Qd = 2000 - 0,2P




Penerapan Fungsi Linear dalam Ilmu Ekonomi

PENERAPAN FUNGSI LINEAR DALAM ILMU EKONOMI

A.   Fungsi Permintaan , Fungsi Penawaran , dan Keseimbangan Pasar.

1.     Fungsi Permintaan
Fungsi Permintaan menghubungkan antara variabel harga dengan variabel jumlah ( barang / jasa ) yang diminta. Bentuk Umum Fungsi Permintaan :

 Variabel P ( Price , Harga ) dan Variabel Q ( Quantity , Jumlah ) mempunyai tanda berlawanan. Ini mencerminkan Hukum Permintaan , yaitu :




"Apabila harga naik , maka jumlah ( barang / jasa ) yang diminta akan berkurang , dan apabila harga turun , maka jumlah yang diminta akan bertambah." 
Gerakan harga berlawanan dengan gerakan jumlah maka kurve berlereng negative.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_FHBM06TaLTDdAStzXT-lH2IfklFOZpiT8ok___ybBhOuW4UG989zASjfOiaGrHqa75y-m4JYYULsvwMLrWQPCBmhs3RPeMKXIdU_2rHpDCnG9mJjzv9TkX4z9fuwyxUrxSTWwcYtjB8/s320/Untitled1.png




KERANGKA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan (Decisions Making, Besluitneming) merupakan suatu proses dan berlangsung dalam suatu sistem, walaupun merupakan suatu keputusan atau desisi pribadi sekali pun yang meyangkut suatu masalah pribadi pula.
Keputusan atau Desisi yang kita ambil dapat berada dalam berbagai kerangka pikiran dan daya upaya, tergantung dari sifat serta kedudukan masalah atau problema yang dihadapi dan harus ditangani.
Demikianlah, maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam:
I.          Kerangka Perorangan Pribadi, keputusan diambil menghadapi masalah pribadi, dan untuk tujuan pribadi,
II.          Kerangka Perorangan Kelompok, desisi diambil secara perorangan terhadap masalah yang akan menyangkut kelompok (misalnya: sebagai kepala keluarga, kepala kelompok yang sedang melakukan kegiatan bersama),
III.          Kerangka Organisasi Perhimpunan, keputusan diambil oleh Rapat Umum Anggota (tata cara anggaran dasar) atau oelh pengurus (tata cara anggaran rumah tangga)
IV.          Kerangka Organisasi Pemerintahan, keputusan diambil menurut ketentuan-ketentuan undang-undang,
V.          Kerangka Organisasi Administrasi Negara, desisi administratif (beschikking) diambil menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah,
VI.          Kerangka Organisasi Militer, keputusan diambil untuk (a) keperluan militer, (b) keperluan administrasi militer, (c) keperluan management militer, (d) keperluan non-militer oleh pejabat militer.
VII.          Kerangka Organisasi Niaga, keputusan diambil oleh: (1) Rapat Umum Pemegang Saham, (2) Dewan Komisaris, (3) Dewan Komisaris bersama (Dewan) direksi, (4) (Dewan) Direksi, (5) Direktur, (6) Manager.
VIII.          Kerangka Organisasi Sosial, keputusan diambil oleh (a) Pengurus Badan (Yayasan) Pengasuh, (b) Pengurus Badan yang diasuh.
IX.          Keranngka Organisasi Internasional, keputusan Kantor Besar organisasi Internasiona, atau desisi Kepala Perwakilan organisasi internasioanl setempat (di Indonesia).

Di dalam setiap organisasi dapat dilihat adanya tingkatan (level, niveau) pimpinan yang masing-masing harus mengambil keputusan, kurang lebih sebagai berikut:
I.          Pimpinan Atas ( Top Management, Hoog Niveau).
Tingkat Desisi       : Strategi, Policy, Peraturan Umum.
Permasalahan        : Perencanaan (Planning)
                               Operasi (Operation)
                               Pengawasan (Controlling)

II.          Pimpinan Tengah (Middle Management, Middel Niveau)
Tingkat Desisi       : Organisasiol, Ko-ordinatif..
Permasalahan        : Perencanaan  : 25%
                               Operasi          : 50%
                               Pengawasan   : 25%

III.          Pimpinan Bawahan (Low Management, Laag Niveau)
Tingkat Desisi       : Operasional, Teknis.
Permasalahan        : Perencanaan  : 10%
                               Operasi          : 80%
                               Pengawasan   : 10%



Masalah Pengambilan Keputusan

Masalah Pengambilan Keputusan (decisions making, decisions taking) pada waktu ini makin mendapat perhatian yang sangat menggembirakan dari berbagai pihak, baik dari  berbagai pihak, baik dari kalangan pemimpin-pemimpin pemerintahan dan perusahaan, maupun dari para sarjana, para eksper, dan para mahasiswa dari berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Keputusan Pribadi
          Namun tidak hanya bagi orang orang yang disebut diatas itu saja masalah pengambilan desisi itu penting. Bagi orang perorangan dan bagi orangtua di lingkungan keluarga pun persoalan keputusan itu sering kali menjadi masalah yang gawat.
Misalnya, apakah akan menyetujui putra putrinya melanjutkan studi ke kota besar atau tidak, dan apabila mengambil suatu keputusan, apakah konsekuinsinya, termasuk resikonya. Keputusan-keputusan tersebut mengenai nasib pribadi dan atau keluarga.

Keputusan non-pribadi
            Bagi pemimpin-pemimpin pemerintahan, masyarakat, dan perniagaan, masalah pengambilan desisi itu sangat penting oleh karena tidak hanya menyangkut nasib, kedudukan, karir mereka saja, melainkan yang lebih berat lagi ialah, bahwa keputusan keputusan mereka itu akan mengenai nasib orang banyak.

Semua sikap dan perbuatan manusia, semua aktivitas manusia sehari-hari, meerupakan akibat atau lanjutan daripada keputusan keputusannya. Keputusan manusia ada yang bersifat aktif dan lebih banyak lagi yang bersifat pasif.
Keputusan-keputusan manusia yang bersifat aktif, artinya desisi-desisi yang secara sesadar-sadarnya diambil dengan akibat-akibatnya yang diperhitungkan dengan semasak-masaknya, hanya mungkin datang dari seorang yang sudah mencapai tingkatan individu, atau menurut istilah hukum yang berasal dari bahasa belanda, dari seorang yang sudah mencapai tingkatan subjek. Keputusan-keputusan manusia yang bersifat aktif merupakan hasil pemikiran dan perhitungan yang sematang-matangnya, dengan cara-cara yang sesuai dengan zaman, kebudayaan, tujaun, kepercayaa, filosofi, atau kemampuan berpikir secara rasionil.

    

            Faktor terpenting dalam didalam pengambilan keputusan adalah faktor manusia, baik sebagai pimpinan, staffer, pelaksana, maupun pemakai hasil. Masalahnya adalah, bahwa didalam kehidupan masyarakat dan organisasi modern diperlukan orang-orang yang sudah sivil, artinya yang sudah mampu menentukan sendiri apa yang harus diperbuat di dalam rangka kewajiban yang dia punyai. Makin pelik masalah yang dihadapi, makin diperlukan manusia yang maju dan modern untuk menanganinya. Manusia yang demikian itu adalah hasil pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh pengalaman.
Manusia sivil adalah seseorang yang sadar akan kedudukannya, hak-haknya, dan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang warga masyarakat yang beradab, artinya masyarakat modern dan teratur menurut hukum, serta sadar pula akan batas-batasnya, sampai dimana dia dapat atau boleh berbuat.
Struktur dan sistem dari kerangka pengambilan keputusan tersebut tergantung dari:
1)      Posisi yang berwenang, berwajib, dan atau bertanggung jawab untuk mengambil desisi,
2)      Problema atau masalah yang dihadapi dan harus ditangani atau dipecahkan,
3)      Situasi dimana si pengambil desisi dan problema itu berada
4)      Kondisi daripada si pengambil desisi, kekuatan dan keamampuannya untuk menghadapi problema tersebut,
5)      Tujuan yang harus dicapai dengan pengambilan keputusan tersebut.